1.
Pengertian Manajemen Laba
Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha manajer
untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan sengaja dalam batasan yang
dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan untuk memberikan
informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan untuk
kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Manajemen laba dalam lingkup yang
lebih luas dapat didefiniskan sebagai tindakan manajer dalam meningkatkan
(menurunkan) laba saat ini atas suatu usaha dan manajer bertanggung jawab tanpa
mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang
unit tersebut (Sugiri, 1998 dalam Arif, 2012).
Menurut Scott (2003) terdapat dua cara untuk mamahami
manajemen laba. Pertama, sebagai perilaku oportunistik manajemen untuk
memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kompensasi, kontrak utang dan biaya
politik. Kedua, memandang manajemen laba dari perspektif kontrak efisien, yaitu
manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka
sendiri dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga
untuk keuntungan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
Faktor-faktor pendorong manajemen laba
Dalam Positif Accounting Theory terdapat
tiga faktor pendorong yang melatar
belakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan
Zimmerman, 1986), yaitu:
1.
Bonus Plan
Hypothesis
Manajemen akan memilih metode
akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan
yang memberikan bonus besar berdasarkan laba lebih banyak menggunakan
metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypothesis
Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran
perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak
meningkatkan laba (Sweeney, 1994 dalam Rahmawati dkk, (2006). Hal ini untuk
menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.
3. Political Cost Hypothesis
Semakin besar perusahaan, semakin besar pula
kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan laba.
Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera
mengambil tindakan, misalnya: mengenakan
peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.
Pembentukan Manajemen Laba
Menurut Sutrisno (2002), terdapat beberapa aspek
manajemen laba yang berhubungan dengan tujuan penelaahan dan studi yang
relevan, yaitu:
1. Manajemen dapat menggunakan pertimbangan
dari pengaruh pelaporan keuangannya. Sebagai contoh, pertimbangan yang
disyaratkan untuk mengestimasi jumlah kejadian ekonomi dimasa mendatang yang
direfleksikan dalam laporan keuangan, seperti taksiran ekonomis dan nilai sisa
aktiva tetap, keuntungan dari penangguhan pajak, kerugian piutang, dan
sebagainya.
2. Kerangka
definisi tujuan dari manajemen laba adalah untuk memanipulasi besaran
(magnitude) laba kepada stakeholders atau beberapa kelompok stakeholders tentang
kinerja yang mendasari ekonomi perusahaan. Manajer dapat menggunakan
pertimbangan akuntansi untuk melakukan pelaporan keuangan yang lebih informatif
kepada pemakai.
3. Untuk
menentukan pelaksanaan yang lebih awal, manajemen dapat menggunakan laporan
keuangan dengan pertimbangan cost and benefit. Cost merupakan
potensi kesalahan alokasi sumber daya yang timbul dari manajemen laba,
sedangkan benefit meliputi potensi pengembangan kredibilitas
komunikasi manajemen dari
informasi privat untuk stakeholders eksternal.
2. Pengertian Asimetris informasi
Dalam bidang ekonomi, asimetri
informasi terjadi jika salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki
informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya. (Sering juga
disebut dengan istilah informasi asimetrik/informasi asimetris). Umumnya pihak
penjual yang memiliki informasi lebih banyak tentang produk dibandingkan
pembeli, meski kondisi sebaliknya mungkin juga terjadi. Contoh situasi dimana
penjual memiliki informasi lebih baik ada banyak, termasuk di dalamnya penjual
mobil bekas, pialang saham, agen real estate, dan asuransi jiwa.
Informasi akuntansi yang berkualitas berguna bagi
investor untuk menurunkan asimetri informasi. Asimetri informasi timbul ketika
manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa
depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya. Ketika
timbul asimetri informasi, keputusan ungkapan yang dibuat oleh manajer dapat
mempengaruhi harga saham sebab asimetri informasi antara investor yang lebih
terinformasi dan investor kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi dan
mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham perusahaan
(Komalasari, (2000) dalam Siti, (2004).
Asimetris informasi merupakan sebuah konsep
yang paling penting dalam teori akuntansi keuangan. Karena hal ini berhubungan
dengan keputusan investasi yang dilakukan oleh investor, karena dengan adanya
asimetris informasi mengakibatkan investor memiliki informasi yang berbeda.
Contohnya saat salah satu investor memiliki informasi yang lebih sedikit maka
dia kekurangan informasi sehingga mempengaruhi keputusan investasi yang akan
diambilnya dan sebaliknya saat dia memiliki informasi yang lebih banyak dia
bisa memutuskan investasi yang menguntungkan baginya. Oleh karena itu adanya
perbedaan informasi yang diperoleh dapat merugikan investor.
Ada dua tipe asimetri informasi :
1. Adverse Selection
Adverse selection adalah jenis asimetri
informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan
melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki
informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi
karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam
(insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan
suatu perusahaan daripada para investor luar.
2. Moral Hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri informasi
dalam mana satu pihak yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu
transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati
tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka
sedangkan pihak-pihak lainnya tidak. Moral hazard dapat terjadi
karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan
karakteristik kebanyakan perusahaan besar.
Hubungan Antara
Asimetris informasi dengan Manajemen Laba
Schift dan Lewin (1970) dalam Hartono dan Riyanto
(1997), menyatakan bahwa agent berada posisi yang mempunyai lebih
banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan
secara keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka
dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga
dalam kondisi semacam ini principal seringkali pada posisi yang tidak
diuntungkan. Dalam penyajian informasi akuntansi, khususnya penyusunan laporan
keuangan, agent juga memiliki informasi yang asimetri sehingga dapat
lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan untuk memaksimalkan
kepentingannya.
Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi
yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2002). Namun karena adanya
kondisi yang asimetri, maka agent dapat mempengaruhi angka-angka
akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen
laba.
Teori Keagenan
Masalah agensi telah menarik perhatian yang sangat
besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005). Masalah
agensi timbul karena adanya konflik kepentingan
antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang
maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral
bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal),
namun disisi yang lain manajer juga mempunyai kepentingan memaksimumkan
kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan
besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan
terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976).
Tetapi di satu sisi, agent memiliki
informasi yang lebih banyak (full information) dibanding
dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanyaasimetry
information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat
memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan
kepentingan untuk memaksimumkan utilitynya. Sedangkan bagi pemilik modal
dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan
yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.
Peran Asimetris
Informasi dalam Manajemen Laba.
Beberapa peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi
dapat mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan
adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal
ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika
manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang
akan datang dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.
dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri
informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada
investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat
dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.
Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai
penyebab manajemen laba. Richardson (1998) dalam Rahmawati dkk. (2006)
berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara magnitut asimetri
informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan
mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama
jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar